[MENUJU AKHIR]
Gambar 2.5 Motor DC sebagai alat yang akan kita kontrol dengan Motor-Enco
[kembali]
7. Link Download
Video KLIK DISINI
Materi KLIK DISINI
Rangkaian KLIK DISINI
DataSheet Encoder KLIK DISINI
- Mengetahui pengertian rotary encoder, incremental dan absolute encoder
- Mengetahui prinsip kerja rotary encoder
- Membuat rangkaian pengatur arah putaran motor DC
1. Generator DC
Gambar 2.1 Generator DC untuk sumber tegangan.
2. Motor-Enco
Gambar 2.2 Motor-Enco sebagai sensor pengatur posisi sudut
3. 4 buah LED
Gambar 2.3 LED sebagai lampu indikator bekerjanya rangkaian
4. Ground
Gambar 2.4 Ground sebagai komponen untuk menggroundkan sumber tegangan
5. Motor DC
6. Gerbang logika AND dan NOT
Gambar 6.1 Gerbang logika NOT
Gambar 6.2 Gerbang logika AND
[kembali]
3. Dasar Teori
Rotary encoder
adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.
3. Dasar Teori
Rotary encoder
adalah divais elektromekanik yang dapat memonitor gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah. Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali. Rotary encoder umumnya digunakan pada pengendalian robot, motor drive, dsb
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang pada bagian lingkaran piringan. LED ditempatkan pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Di sisi yang lain suatu photo-transistor diletakkan sehingga photo-transistor ini dapat mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan. Piringan tipis tadi dikopel dengan poros motor, atau divais berputar lainnya yang ingin kita ketahui posisinya, sehingga ketika motor berputar piringan juga akan ikut berputar. Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai photo-transistor melalui lubang-lubang yang ada, maka photo-transistor akan mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi. Gambar 1 menunjukkan bagan skematik sederhana dari rotary encoder. Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan akurasi rotary encoder tersebut, akibatnya semakin banyak jumlah lubang yang dapat dibuat pada piringan menentukan akurasi rotary encoder tersebut.
Gambar 3.1 Blok penyusun Encorder |
Pembagian Encoder
a. Absolute Rotary Encoder
absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki 16 cincin.
absolute encoder menggunakan piringan dan sinyal optik yang diatur sedemikian sehingga dapat menghasilkan kode digital untuk menyatakan sejumlah posisi tertentu dari poros yang dihubungkan padanya. Piringan yang digunakan untuk absolut encoder tersusun dari segmen-segmen cincin konsentris yang dimulai dari bagian tengah piringan ke arah tepi luar piringan yang jumlah segmennya selalu dua kali jumlah segmen cincin sebelumnya. Cincin pertama di bagian paling dalam memiliki satu segmen transparan dan satu segmen gelap, cincin kedua memiliki dua segmen transparan dan dua segmen gelap, dan seterusnya hingga cincin terluar. Sebagai contoh apabila absolut encoder memiliki 16 cincin konsentris maka cincin terluarnya akan memiliki 32767 segmen. Gambar 3 menunjukkan pola cincin pada piringan absolut encoder yang memiliki 16 cincin.
Gambar 3.2. Pola cincin pada absolut encorder |
b. Incremental Rotary Encoder
Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B (Gambar 7). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Incremental encoder terdiri dari dua track atau single track dan dua sensor yang disebut channel A dan B (Gambar 7). Ketika poros berputar, deretan pulsa akan muncul di masing-masing channel pada frekuensi yang proporsional dengan kecepatan putar sedangkan hubungan fasa antara channel A dan B menghasilkan arah putaran. Dengan menghitung jumlah pulsa yang terjadi terhadap resolusi piringan maka putaran dapat diukur. Untuk mengetahui arah putaran, dengan mengetahui channel mana yang leading terhadap channel satunya dapat kita tentukan arah putaran yang terjadi karena kedua channel tersebut akan selalu berbeda fasa seperempat putaran (quadrature signal). Seringkali terdapat output channel ketiga, disebut INDEX, yang menghasilkan satu pulsa per putaran berguna untuk menghitung jumlah putaran yang terjadi.
Gambar 3.3. Sususan piringan untuk incremental encorder |
Perbedaan Absolute dan Incremental Encouder
- pada absolute encouder, posisi terakhir masih dapat dicek kembali meskipun supply telah mati. Sedangkan pada incremental encouder, posisi terakhir tidak dapat dicek kembali setelah supply dimatikan.
- piringan pada absolute bentuknya seperti garis-garis yang panjang dan ukuran berbeda-beda. Sedangkan pada incremental encouder bentuknya seperti garis-garis yang teratur dan sama besar.
Gambar 3.4 piringan absolute (kiri) dan incremental (kanan) |
Gambar 4.1 Bentuk Rangkaian |
[kembali]
5. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari driver motor DC dengan menggunakan IC L293D adalah dengan memberikan logika 1 pada Pin EN1 dan Pin EN2, yang akan menyebabkan motor DC A dan motor DC B menjadi aktif. Selanjutnya untuk mengatur arah putaran dari motor DC A dan motor DC B adalah dengan memberikan logika pada logicstate sesuai dengan tabel berikut:
[kembali]
5. Prinsip Kerja
Prinsip kerja dari driver motor DC dengan menggunakan IC L293D adalah dengan memberikan logika 1 pada Pin EN1 dan Pin EN2, yang akan menyebabkan motor DC A dan motor DC B menjadi aktif. Selanjutnya untuk mengatur arah putaran dari motor DC A dan motor DC B adalah dengan memberikan logika pada logicstate sesuai dengan tabel berikut:
Gambar 12: Tabel Pengkondisian Motor DC
- Jika IN1 diberi logika 1 dan IN2 diberi logika 0 maka motor DC A akan berputar berlawanan arah jarum jam dan LED berwarna biru akan menyala sebagai indikator perputaran motor berlawanan arah jarum jam.
- Jika IN1 diberi logika 0 dan IN2 diberi logika 1 maka motor DC A akan berputar searah jarum jam dan LED berwarna merah akan menyala sebagai indikator motor berputar searah jarum jam.
- Jika IN1 dan IN2 diberi logika yang sama yaitu 1 atau 0 maka motor DC A akan mengalami pengeraman (STOP).
- Jika IN3 diberi logika 1 dan IN4 diberi logika 0 maka motor DC B akan berputar berlawanan arah jarum jam dan LED berwarna biru akan menyala sebagai indikator perputaran motor berlawanan arah jarum jam.
- Jika IN3 diberi logika 0 dan IN4 diberi logika 1 maka motor DC B akan berputar searah jarum jam dan LED berwarna merah akan menyala sebagai indikator motor berputar searah jarum jam.
- Jika IN3 dan IN4 diberi logika yang sama yaitu 1 atau 0 maka motor DC A akan mengalami pengeraman (STOP).
- Dioda pada rangkaian ini digunakan untuk menahan arus balik yang ditimbulkan dari motor yang akan menuju IC L293D
[kembali]
[kembali]
7. Link Download
Video KLIK DISINI
Materi KLIK DISINI
Rangkaian KLIK DISINI
DataSheet Encoder KLIK DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar